ANAK TUNGGAL DARI 7 BERSAUDARA ?
Aku Samantha,
25 tahun, seorang karyawan swasta, aku lahir dan besar di Ibu Kota, aku anak
tunggal dari 7 bersaudara, bagaimana bisa? Ya, mari kita mulai dengan cerita
keluargaku. Ibuku adalah istri kedua dari 3 istri yang dimiliki ayahku, istri pertamanya
memiliki 4 anak, 3 anak laki-laki bernama sadi, safi dan sain (tak perlu ku
jelaskan nama panjangnya bukan?) , dan 1 anak perempuan bernama sona, sedangkan
istri ketiga ayahku memiliki 2 anak perempuan, bernama sera dan susi, ya nama
kami semua memang berawalan huruf “S” yang sama dengan huruf awal nama ayah
kami.
Sebagai istri
kedua, ibuku tak pernah menuntut banyak pada ayahku, ibu sadar istri pertama
ayah yang adalah seorang ibu rumah tangga, mungkin lebih membutuhkan uang dari
suaminya. kami terbiasa hidup mandiri, terlebih karena ibuku yang adalah
seorang karyawan swasta di salah satu perusahaan besar, dan ayahku seorang
pengusaha ban dan velg di kawasan Jakarta Pusat (banyak pengusaha seperti ayah).
Lalu, mengapa ibuku mau dengan ayah? Mengapa berlabuh pada ayahku yang sudah
memiliki istri, dan bahkan memilih menikah lagi setelah memperistri ibuku.
Ibuku
adalah anak rantau di Jakarta, setelah lulus dari pendidikannya dan sudah tidak
lagi tinggal di asrama, ibuku memutuskan untuk kost di dekat kantornya. Sebenarnya
kami punya saudara di Jakarta, hanya saja ibuku tak mau merepotkan keluarga
adik ibunya itu (adiknya nenek ku). Ya mungkin bisa di sebut takdir, ibuku nge-kost
di kost milik nenek ku (ibu dari ayahku). Nenek ku menyukai ibuku, entah
mungkin karena dia berpendidikan dan mandiri, atau mungkin memang karena nenek
ku tak menyukai mantu pertamanya itu, singkat cerita nenek ku menjodohkan ibuku
dengan ayahku, aku juga tidak pernah bertanya kenapa ibuku mau dengan ayah. Padahal
dulu ibu ku juga punya pacar yang tinggal didekat situ,dan ibuku juga sempat
pacaran dengan pegawai bank yang dikenal nya entah dari mana tahu, sampai
akhirnya ibu ku menikah dengan ayahku.
Ayahku asli
orang Jakarta, besar dan tinggal di Jakarta bersama keluarga besarnya. Ayah dan
ibuku menikah setelah ayah memiliki 3 orang anak laki-laki yang aku sempat
sebutkan diatas. Seiring berjalannya waktu, setelah pernikahannya dengan
ayahku, ibuku belum kunjung hamil sampai akhirnya ayahku menikah dengan istri
ketiganya, tak lama setelah pernikahannya,
istri ketiga ayahku hamil, begitu pula dengan istri pertamanya, mereka hamil di
bulan yang cukup berdekatan dan melahirkan di tahun yang sama. Tak lama setelah
mereka melahirkan, baru lah ibuku di percaya Tuhan untuk memiliki seorang anak,
ibuku hamil dan melahirkan aku di tahun berikutnya. Mendengar persalinan ibuku
yang tak di temani ayahku sebenarnya aku kecewa, belum apa-apa sudah tidak
bertanggung jawab, untunglah teman-teman ibuku sangat sigap, ibuku kontraksi setelah
pulang kerja, memang aku ini tahu diri, bahkan dari sebelum terlahir ke dunia,
kemudian aku lahir di malam hari yang sama di hari ibuku kontraksi.
Setelah melahirkan
aku ibuku sempat menitipkan ku pada nenek ku (ibu dari ibuku) di kampung,
sekalian di “sapih” katanya. Aku tinggal dengan nenek ku cukup lama, tapi aku
sangat bahagia karena apa yang aku minta selalu di turuti, sekarang nenek ku
sudah meninggal (al-fatihah). Aku tinggal dengan nenek ku sampai ibuku
menjemputku dan membawaku kembali ke Jakarta. Selama ibuku bekerja aku di
titipkan kepada tetanggaku, karena saat itu mencari pembantu sangat susah, makanya
dia menitipkanku pada orang yang dia percaya di Jakarta, yakni tetangga kami.
Tinggal di
daerah Jakarta selatan jaman dulu bukan tempat fancy, aku selayaknya anak-anak
lain masih merasakan main di tanah merah dan manjat pohon, aku masih ingat saat
aku dan teman-teman lain mencoba membuat papan congklat di tanah, padahal kami
punya papan congklak plastic, tapi kami hanya ingin mencoba hal baru, kami
membuat beberapa lubang dengan sikut tangan, gimana kebayang gak? Ada 7 lubang
kanan kiri dan 2 lubang besar yang biasa disebut gunung di kanan dan di kiri paling
ujung, ya begitulah, sampai kami membuat lomba mengumpulkan buah ceri yang
paling banyak berhak mendapatkan, ah saat itu tidak ada hadiah, kami tidak
mengharap hadiah pun mungkin lebih ke pride saja sepertinya.
Ibuku paling
tidak suka kalau aku main tanah (main kotor), itu sebabnya aku selalu sudah
mandi ketika ibuku pulang kerja, agar ibuku tak tahu kegiatan aku seharian,
tetanggaku yang kami sebut mpok, sudah tahu benar bagaimana ibuku, jadi dia
juga akan memanggilku dan memintaku mandi sebelum ibuku pulang, suami si mpok
biasa nya aku memanggilnya ayah, karena dia juga punya anak seumurku, hanya
lebih tua dikit, anak-anak si mpok dan ayah aku panggil kaka, karena dulu aku
ingin sekali punya kaka, walaupun sebenarnya punya, tapi aku tak tahu sama
sekali bagaimana rasanya punya kaka. Mpok juga pandai memasak, jika bukan
karena dia, mungkin ibuku tidak akan pernah memasak makanan yang tidak akan pernah
keluarga kami masak seumur hidup, semur jengkol !. Aku merasakan pertama kali
makan jengkol adalah dari tangan si Mpok, jengkol yang rasanya begitu enak dari
pertama aku memakannya, si mpok dulu memberiku makan semur jengkol hampir
setiap minggu sekali, dan tak apa, aku suka.
Beberapa
tahun kemudian kami harus pindah dari rumah kontrakan kami karena ibuku
mendapat rumah dinas, rumah nya lebih dekat dari kantor ibuku, hanya saja jauh
dari sekolahku, tahun itu aku sudah masuk TK (Taman Kanak-kanak), yang
sebenarnya lebih dekat dari rumah kontrakan kami, setiap pagi kami berangkat
jam 6 pagi naik ojek, ibuku berangkat ke kantor, sedangkan aku ke sekolah ,
sekolah ku masih di daerah Jakarta selatan, dan rumah dinas ibuku di Jakarta pusat,
cukup jauh perjalanan yang aku tempuh setiap pagi. Pulangnya aku kembali ke
rumah Mpok dan ayah, sampai tukang ojek langgananku menjemputku pulang. Seperti
itu terus setiap pagiku sampai akhirnya aku masuk Sekolah Dasar.
Ibuku memilih
sekolah dekat dengan kantornya, biar kalau ada apa-apa ibuku bisa cepat tahu. Waktu
itu aku sudah memiliki pembantu, bi cici namanya. Jadi setiap pagi dan pulang
aku sama bi cici, bi cici ini baik
karena dia juga saudara jauhku, dulu dia mengurus kaka sepupuku, anak dari
kakanya ibuku. Bi cici menjaga aku sampai aku naik kelas 2, karena waktu itu
kakanya ibuku lebih membutuhkannya untuk usaha butiknya, jadi bi cici hanya
mengurusku 2 tahun saja. Selebihnya aku kesekolah sendiri lagi naik ojek
seperti biasa dan pulang sekolah aku ke toko velg ayahku agar anak buahnya bisa
mengantarku pulang, begitu terus sampai ibu tiriku (istri ketiga ayahku) tahu
kalau aku dan anaknya sekolah di sekolah yang sama.
BERSAMBUNG....
nantikan kisah Samantha selanjutnya :)
Komentar
Posting Komentar